Balikpapan– Lima bulan sudah kecelakaan maut di turunan Muara Rapak, Balikpapan terjadi. Dalam peristiwa tersebut menjadi perhatian secara nasional lantaran lokasi Muara Rapak kerap mengalami kecelakaan lalu lintas bahkan sering menelan korban jiwa.
Tercatat sudah 13 kasus kecelakaan yang terjadi di Muara Rapak, dan yang paling parah ialah pada Jumat (21/1) dengan menelan lima orang meninggal dunia dan 29 orang alami luka-luka. Dari kejadian itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menanggapi dengan menurunkan sebanyak tiga investigator moda Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).
Informasi yang dihimpun tim investigator yakni truk bernopol KT 8534 AJ berasal dari Pulau Balang KM 13 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara hendak menuju Kampung Baru, Balikpapan Barat. Truk membawa peti kemas ukuran 20 feet yang berisikan 20 ton kapur pembersih.
Sebelum melintasi jalan menurun, pengemudi truk menggunakan gigi persneling antara 4-5 sambil beberapa kali melakukan pengereman. Saat memasuki Simpang Muara Rapak, atau lebih tepatnya 200 meter mendekati persimpangan, pengemudi mencoba melakukan pengereman namun pedal rem terasa keras, sehingga rem tidak dapat berfungsi.
Truk pun melaju cepat dan menghantam sejumlah kendaraan yang tengah menunggu traffict light. Total 4 unit mobil dan 14 unit sepeda motor dihantam truk tersebut.Truk baru bisa berhenti setelah menabrak beton pembatas jalan yang berjarak kurang lebih 100 meter dari turunan Muara Rapak.
Begitu juga turunan panjang sebelum memasuki simpang Muara Rapak kondisi geometriknya adalah sub standar, dimana jalan yang memiliki alinyemen vertikal dengan maksimal slope lebih dari 10 persen panjang landai kritisnya seharusnya maksimal adalah 200 meter,” ujar Achmad Wildan, Plt Kepala Sub Komite Lalulintas Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT saat rilis di Aula Pemkot Balikpapan pada Kamis (23/6).
Wildan menambahkan, Kondisi sub standar diatas akan memberi dampak pada kendaraan besar saat melalui jalan dimaksud, untuk kendaraan yang naik akan berisiko mengalami kegagalan menanjak dan untuk kendaraan yang turun berisiko mengalami kegagalan pengereman.
“Yang perlu diketahui juga topografi Kota Balikpapan adalah sekitar 85 persen merupakan wilayah berbukit dan hanya sekitar 15 persen merupakan dataran yang sempit dan terletak di daerah sepanjang pantai dan daerah di antara perbukitan,”ujarnya.
Kontur tanah di Kota Balikpapan didominasi oleh jalan kelandaian vertikal yang bervariasi antara 5 persen sampai 20 persen, dengan penampang melintang terbatas serta tidak ada pemisahan antara ruang lalu lintas kendaraan berat dengan lalu lintas lainnya.
“Kota Balikpapan juga berfungsi sebagai pusat yang melayani seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Timur,” tambahnya.
Dimana dalam investigasi, pihak KNKT telah menemukan pada kendaraan truk kondisi tekanan angin 5 bar sementara ambang batas minimal adalah 6 bar, begitu juga celah kampas lebih dari 2 mm sedangkan ambang batas maksimal 0,4 mm sampai dengan 0,6 mm, sedangkan untuk sistem rem baik itu brake valve, hydrolik lines dalam keadaan normal tidak ada kebocoran.
“Dalam pengoperasioan gigi perselening menggunakan gigi 3 pada saat memasuki turunan, sistem rem tidak ada gangguang dan pengereman pedal rem terlalu keras,” terangnya.
Dari kejadian tersebut KNKT telah menyimpulkan analisa kejadian yang terjadi di simpang muara rapak. Diantaranya Pertama pengemudi menggunakan gigi 3 di jalan menurun, hal itu akan memaksa pengemudi melakukan pengereman panjang dan berulang,
Kedua dalam kondisi normal, gap kampas dan tromol yang sub standar tidak bermasalah, namun saat digunakan secara berulang maka akan mempercepat penurunan tekanan angin.
Ketiga saat tekanan angin berada di angka 5 bar, maka pengemudi akan kesulitan menekan pedal rem karena bantuan pneumatic untuk mendorong minyak rem sudah tidak ada.
Keempat memindahkan gigi ke gigi rendah dalam posisi ini, sangat tidak mungkin karena syncromesh tidak akan merespons sehingga gigi masuk ke gigi netral.
Kemudian penggunaan hand brake juga tidak akan menolong, karena system rem menggunakan system rem Air Over Hydraulic Brake,” ungkapnya.
Sehingga diambil kesimpulan kecelakaan dipicu karena pengemudi gagal mengantisipasi hazard pada jalan berupa turunan panjang dengan memanfaatkan teknologi yang telah dipersiapkan oleh otomotive.
“Pengemudinya kurang memahami penggunaan teknologi kendaraan serta terdapat keadaan malfunction persyaratan teknis pada kendaraannya, karakteristik lalu lintas yang bercampur antara kendaraan besar dengan lalu lintas,” tandasnya, (**) .