METROMILENIAL | Kali ini tentang jatuh dengan cara buah kelapa. Tapi sebelumnya perlu membedakan buah kelapa dan jatuhnya buah kelapa. Yang saya bahas adalah cara jatuhnya, bukan buah kelapanya. Saya perlu perjelas karena takutnya ada yang ngiler dengan air kelapa muda dicampur sirup, padahal masih jauh dari waktu buka puasa.
Cara jatuh buah kelapa adalah jatuh dengan cara polos atau jatuh begitu saja, atau jatuh tanpa embel-embel. Saya tidak tahu Bahasa Indonesianya, tapi dalam bahasa lokal saya, ada istilahnya untuk menggambarkan cara jatuh seperti buah kelapa.
Cara jatuh buah kelapa adalah jatuh dalam kesendirian. Dalam hidup ini, ada banyak yang mengalami kejatuhan pada situasi yang berada di titik terbawah. Ada orang yang jatuh tanpa adanya respons di sekitarnya yang bisa meringankan efek kejatuhannya.
Orang yang jatuh seperti buah kelapa biasanya dimulai dari cara meniti hidupnya, tinggi menjulang dan abai pada kehidupan yang mengelilinya. Saat dia jatuh, orang-orang di sekitarnya-pun hanya melihat-lihat kejatuhannya tanpa memberikan bantuan sedikit-pun.
Orang yang jatuh seperti buah kelapa, adalah orang yang bisa saja kaya secara materi tapi miskin jaringan. Saat kekayaan materinya tergerus, kemiskinan jaringannya yang terasa. Kekayaan materinya tidak dimanfaatkan untuk memperkuat jaringannya, sehingga orang lain tidak akan menjadi penopang yang bisa membantunya saat dia oleng atau sampai terjatuh.
Orang yang jatuh dengan cara buah kelapa biasanya yang gagal memaknai sistim kekerabatan terbaik yang dimiliki oleh masyarakat Muslim, silaturrahim. Orang yang jatuh secara pohon kelapa, gagal paham tentang makna kearifan lokal, misalnya: malilu sipakainge’, malii siparappe’, rebba sipatokkong (lupa saling mengingatkan, jatuh saling membangunkan, hanyut saling mendamparkan).
Saya mengakhiri, modal terpenting tidak membuat diri jatuh seperti buah kelapa adalah dengan menjadi makhluk yang “sosialita,” minimal seperti ibu-ibu sosialita. Kita kuatkan peran sosial yang memperkuat jejaring sosial. Saat menghadapi kesulitan, kita tidak akan pernah sendiri. Bahkan orang sosial seperti ini, dia yang menghadapi kesulitan, teman-temannya yang justeru merasakannya. Sekali lagi, jangan sampai jatuh dengan cara buah kelapa, masalahnya kalau pecah, airnya tidak bisa dipakai untuk es buah pappabuka (pembuka puasa), rugi dong!
Hamdan Juhannis (Rektor UIN alauddin)